How the Modern World Increases Your Likelihood of Mental Illness.

Mental health problems have become so common. Everyone has had their share of anxiety and depression. The world is more prosperous than it has ever been. But while our problems may no longer be…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Fluiditas Gender dalam Suku Bugis Segeri

Dok: Shutterstock

Sering dianggap mempunyai makna yang sama, sebenarnya gender dan seks adalah dua kata dengan dua arti yang berbeda. Kata “seks” merujuk kepada karakteristik biologis dan fisiologis yang ada di manusia (dan hewan), yang dikaitkan dengan kromosom, ekspresi gen, level hormon dan fungsi alat reproduksi. Meskipun biasanya dikategorikan sebagai laki-laki dan perempuan, ada banyak variasi dari aspek biologis yang menyusun sebuah karakteristik seks.

Dalam keberagaman seks sendiri, dunia medis sudah mengenal adanya istilah interseks. Menurut UN Office of the High Commissioner for Human Rights, orang-orang Interseks adalah orang yang tidak bisa didefinisikan dalam definisi umum tubuh laki-laki atau perempuan.

Dok: Shutterstock

Variasi-variasi yang muncul biasanya disebabkan oleh adanya ambiguitas genital dan kombinasi genotipe dan fenotipe (re: keadaan genetik dan karakteristik yang ditunjukan oleh keadaan genetik tersebut) selain XY-male dan XX-female.

Sementara itu, gender mengacu kepada konstruksi sosial yang membentuk perilaku, peran, aktivitas, dan identitas dari seseorang. Gender seseorang akan mempengaruhi bagaimana ia melihat dirinya sendiri dan cara berinteraksi dengan orang lain. Meskipun istilah gender dan seks sering digunakan secara bergantian, gender lebih menitikberatkan pada bagaimana seseorang mengalami dan mengekspresikan identitasnya.

Sama seperti bagaimana seorang individual yang terus mengalami perubahan, gender bukanlah sesuatu yang tetap, tetapi dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan persepsi seseorang mengenai diri mereka sendiri dan cara mereka mengekspresikan identitas seksualnya.

Dok: Mark Anderson

Di Indonesia sendiri, konsep fluiditas gender bukanlah suatu hal yang asing. Di Sulawesi Selatan, orang Bugis Segeri sudah lama menerapkan konsep lima gender. Calabai (laki-laki feminin yang berpakaian seperti perempuan), Calalai (perempuan maskulin yang berpakaian seperti laki-laki), Bissu (pendeta atau imam besar yang memiliki kedua sifat maskulin dan feminin secara seimbang yang dapat disebut sebagai androgini dan termasuk dalam kelompok non biner), dan terakhir tentu saja dua gender yang paling familiar, Makkunrai (perempuan) dan Oroané (laki-laki).

Dok: Riemersma/AlJazeera 2013

Bissu sebagai pemimpin agama adat memiliki peran khusus di masyarakat Bugis. Menjadi Bissu bukanlah sebuah pilihan personal, melainkan hanya orang-orang tertentu saja yang sudah mendapat petunjuk dari dewata (Sumber 1). Setelah mendapat petunjuk, calon Bissu akan menjalani ritual yang disebut irebba. Irebba, yang berarti baring dalam bahasa Bugis, adalah proses dimana roh Bissu akan naik ke surga untuk meminta izin kepada dunia spiritual untuk menjadi Bissu. Jika seorang bissu tidak bisa menjiwai kedua unsur laki-laki dan perempuan, maka dia tidak bisa menjadi Bissu seutuhnya.

Sayangnya, Bissu di Indonesia berada dalam posisi yang termarjinalkan dan jumlahnya kian menyusut seiring dengan tekanan yang didapatkan kelompok ini. Pada dekade 60-an, Darul Islam yang dipimpin oleh Kahar Muzakar mengadakan Operasi Toba (Operasi Taubat). Operasi ini bertujuan untuk menghilangkan hal-hal yang dianggap dilarang oleh Islam secara radikal (Sumber 2).

Pasukan DI/TII menggerebek dan memburu Calabai, Calalai, dan Bissu untuk kemudian memaksa para Calabai dan Bissu untuk berpakaian selayaknya laki-laki dan melakukan pekerjaan yang dianggap maskulin seperti mencangkul atau membajak sawah. Beberapa Bissu yang tertangkap juga ada yang digunduli dan kemudian dipenggal. Kepala para Bissu ini dipamerkan di tempat umum sebagai ancaman kepada Bissu yang lain untuk tunduk pada aturan Islam dan berpakaian dan berperilaku sebagai laki-laki pada umumnya.

Dok: LBH Makassar

Sejarah kelam penyerangan Bissu dan pemilik gender minoritas di kelompok adat masyarakat Bugis tidak berhenti sampai di tahun 60-an saja. Pada tahun 2017, Kegiatan Porseni Waria-Bissu yang diselenggarakan oleh Forum Kerukunan Waria/Bissu Sulawesi secara rutin setiap tahun dibubarkan secara paksa oleh kepolisian setempat (Sumber 3).

Kepolisian setempat mengklaim alasan kegiatan tersebut dibubarkan secara pakasa adalah karena adanya aksi besar dari 16 forum agama yang memprotes acara tersebut. Tindakan pembubaran paksa acara Porseni ini mendapat kecaman dari berbagai pihak, salah satunya Federasi Arus Pelangi, organisasi yang mengadvokasikan hak-hak kelompok LGBTQ+.

Konsep lima gender di Sulawesi Selatan ini hanyalah sebagian kecil dari contoh keberagaman bentuk ekspresi gender dan seksualitas yang ada di Indonesia. Masih sangat banyak budaya asli Indonesia yang menunjukan fluiditas gender, seperti banyak ditunjukan dalam bentuk seni pertunjukan dan tarian tradisional.

Alih-alih berusaha untuk merangkul kebudayaan lokal untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, acap kali banyak orang lebih memilih mempersekusi mereka yang dianggap berbeda karena tidak sesuai dengan prinsip yang mereka anut.

Narasi tentang kebudayaan lokal sering kali dibentuk sedemikian rupa demi menjaga stabilitas tatanan sosial yang sudah ada dan sering kali memaksa penganut kebudayaan tertentu menjadi kaum yang termarjinalkan. Mengetahui hal ini, sudah selayaknya kita sebagai warga yang mengaku diikat oleh perbedaan dan menganut paham Bhineka Tunggal Ika senantiasa mempertanyakan: apakah yang membuat suatu budaya, menjadi bukan “budaya kita?”

Penulis: R.E

Editor: Meta

Add a comment

Related posts:

Too Much or Too Little

We are in a time of change again. Many of us got used to a new way of working during the Covid lockdown, even if reluctantly at first. Others enjoyed it from the start whilst some railed against it…

The Power of Gratitude and Wisdom

We can think about gratitude as one of the most important qualities we possess. Although it might not come naturally to us, it’s a part of the human condition. Gratitude is one of the main parts of…

Financial and Emotional Abuse During Cancer

Whilst in my third year of university, I began a relationship with a PhD student I met at a quiz evening. A few months in, I met her parents, she met mine, it all seemed very normal. She was spending…